
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli Sertijab menggantikan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman, Indroyono Soesilo. dalam reshuffle kabinet Presiden Jokowi, Rabu (13/8/2015) di Jakarta. Reshuffle keenam menteri yang dilantik yaitu Darmin Nasution sebagai Menteri Koordinator Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil, Thomas Lembong sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel, Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan menggantikan Tedjo Edhi Purdijatno, serta Rizal Ramli sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo. Sofyan Djalil pada kesempatan tersebut juga dilantik sebagai Kepala Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago. Pergantian juga dilakukan pada posisi Sekretaris Kabinet, yaitu dari Andi Widjajanto ke pejabat barunya, Pramono Anung.
LihatDulu.info - Presiden Joko Widodo diduga sengaja menarik Rizal Ramli sebagai menteri di kabinet untuk menghentikan 'permainan' sejumlah menteri bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Tiga permainan itu yakni proyek pembelian pesawat Airbus A350 oleh PT Garuda Indonesia, proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt dan pengadaan kereta cepat atau Trans Jakarta-Bandung, yang notabene akan didanai oleh utang.
"Jangan-jangan Jokowi memang sebenarnya agak resah dengan tiga proyek tadi dan itulah makanya diungkapkan beliau melalui lidah Pak Rizal Ramli dan di luar itu (proyek lainnya) memang sudah tidak ada yang perlu diresahkan, sudah sampai penjelasannya ke publik," kata Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti dalam diskusi di Kedai Kopi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/8/2015).
Jadi, kata Ray, seharusnya sejumlah pihak jangan terfokus dengan gaya komunikasi Rizal saja, melainkan subtansi yang diutarakannya. Apalagi kata Ray, Rizal juga sempat mengatakan bahwa di balik proyek-proyek tersebut ada 'tangan' Jusuf Kalla. Padahal, sebelumnya juga Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pernah menolak proyek pengadaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, ketika menjabat Direktur PT KAI.
"Jadi kalau soal cara komunikasinya biar saja Jokowi yang mengatasi. Kan ini anak buah dia semua. Justru dugaan saya, Jokowi memberi kesempatan kepada Rizal untuk mengungkapkan itu kepada publik," tegas Ray.
Dijelaskan Ray, wajar Jokowi resah atas tiga proyek tadi, karena tiga proyek itu bila berdasarkan peraturannya akan langsung di bawah tanggung jawab presiden. Kemudian juga bila dicermati lebih dalam memang benar apa yang dikritik Rizal mengenai tiga proyek tadi. Jelas tidak logis, apalagi bila proyeknya akan dibiayai oleh utang. Walaupun kedengarannya sangat fantastis, mengingat sudah lebih 13 tahun publik tidak mendengar proyek yang ambisius.
"Dan terbukti sekarang, alih-alih Rizal Ramli akan didepak dari kabinet karena kritikannya, yang ada Rizal ditambah lagi oleh Jokowi kewenangan barunya. Ya kan? Dalam situasi seperti itu rizal ditambah lagi kewenangan baru oleh pak Jokowi, kan kalau kita runut itu artinya, Jokowi tidak merasa terganggu, seperti asumsi kita selama ini, bahwa ini tidak etik dan sebagainya. Yang ada justru Rizal ditambah kewenangan baru. Meskipun tentu di sidang kabinet, Pak Jokowi pura-pura menertibkan," kata Ray lalu tertawa.
Bila tidak berkepentingan pribadi, harusnya lanjut Ray, JK menjawab dan menjelaskan dengan rinci alasan-alasan pemerintah merealisasikan proyek-proyek tadi. Bukan justru berdalih dengan mengatakan menteri di kabinet harus tunduk kepada presiden dan wakil presiden.
"Itu semua tidak pernah dijawab Pak JK, Karena JK pakai ajimat, ajimat apa? kabinet itu harus tunduk kepada presiden dan wakil presiden. Padahal JK juga kurang sadar bahwa tindakannya Rizal kepada beliau itu semestinya menjadi cambuk. Bahwa tindakan sama pernah dilakukan JK kepada Jokowi. Mestinya itu jadi cambuk, jangan buruk muka, cermin dibelah. Ingat ya waktu tindakan Jokowi mendukung Menpora membekukan PSSI, tiba-tiba tindakan sebaliknya dilakukan JK," kata Ray.
Begitu juga kritikan Rizal tidak pernah dijawab dengan penjelasan oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno. Rini berdalih itu adalah urusan kementeriannya.
"Rini bilang jangan campuri urusan saya, jadi publik tidak dapat informasi? Mestinya Rini jelaskan kepada publik, alasan apa pembelian itu dibuat. Dia tidak bisa katakan itu urusan BUMN dong. Lah, iya kalau BUMN-nya beli sendiri itu urusan sendiri, ini kan pakai utang. Di situ konteksnya. Uangnya udah utang, kita berhak ribut, karena kasusnya bila BUMN-BUMN tidak bisa bayar, yang bayar ya kita (masyarakat).
Padahal saat utang, mereka tidak mau libatkan masyarakat. Kalau uang sendiri sih silakan pakailah," kata Ray.
Baca Juga:
- Direktur NCID: Apa Jokowi Pingin Dilempar Panci Sama Istrinya?
- Bursah: Pemerintahan Jokowi Tidak Akan Lama Lagi
- Rizal Ramli Blak-blakan Soal JK dan Jokowi: Saya Tidak Takut Dengan Siapa Pun
- SBY: Tidak Baik Jika Presiden Baru Jelekkan Presiden Lama
- Tommy Soeharto: Bagaimana Kalau Ngungkit Tangker dan Indosat yang Terjual